Burung Terbang di Kelam Malam, Bentang, 2014. |
SEKILAS, cover novel Burung Terbang di Kelam Malam ini tampak biasa saja. Namun, jika lebih lama kita memandanginya, terasa ada kekuatan magnet yang luar biasa. Cover dengan pagar kawat duri dan sejumlah burung berterbangan di antara sebuah lingkaran bulat warna coklat muda dengan latar utama biru ini memang mengesankan akan sebuah keunikan.
Cover ini dimaksudkan sebagai ilustrasi yang lebih mendekati jiwa novel ini sehingga (agaknya) pihak Bentang melakukan pertimbangan ulang terhadap cover lama yang dianggap sangat tidak mewakili. Cover baru ini, jika diletakkan di antara cover-cover buku lain, ia akan tampak lebih menonjol, elegan, unik, dan mistis!
Selain itu, keseluruhan dari ilustrasi dan warna cover ini memang melambungkan imajinasi pada suatu dunia yang penuh daya tarik dan menimbulkan rasa penasaran. Kita akan bertanya-tanya dan tak sabar bagaimana isi novel ini sebenarnya, setelah sebelumnya Arafat Nur melahirkan Lampuki yang memenangkan sayembara Novel DKJ 2010 dan semakin menguatkan eksestensi novel itu dengan penghargaan Khatulistiwa Literary Award 2011.
Sebagaimana yang digembar-gembor, novel Burung Terbang di Kelam Malam ini mengalami pergeseran gaya, tema, dan jiwa. Dalam novel terbarunya ini, Arafat Nur coba menarik daya pikat pembaca dengan ramuan cerita yang bisa dinikmati oleh siapa saja tanpa mengabaikan kualitas sastranya. Inilah yang membuat khalayak pembaca semakin menaruh rasa penasaran terhadap novel yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka Februari 2014 ini.
Menurut Editor Fiksi Bentang, Ika Yuliana Kurniasih, melalui novel terbarunya ini, Arafat Nur semakin membuktikan bahwa dirinya adalah seorang pencerita ulung. “Dengan lincah, ia meracik sebuah cerita yang begitu menghanyutkan, membawa kita merasakan derasnya arus politik dan cinta terlarang yang mengombang-ambingkan kehidupan Fais, tokoh utama dalam novel ini,” ujarnya.
Selain mengungkap lika-liku kisah cinta yang tidak biasa, gugatan dalam novel ini terhadap kebusukan di balik politik pencitraan pun disuarakan melalui satire yang tajam dan tepat sasaran.
Novel ini juga memiliki kecermatan pemilihan kata yang memang telah menjadi kekuatan gaya bercerita Arafat Nur, dan berhasil mengantarkan pembaca menelurusi relung terdalam pikiran dan perasaan Fais. Beragam konflik yang dialami tokoh-tokohnya saling menjalin dan menjadi cerminan sebuah realitas yang lebih besar: betapa manusia akan selalu berhadapan dengan sisi gelap kemanusiaan mereka sendiri.(dani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar