Bururng Terbang di Kelam Malam |
--dimuat di harian Waspada.
BANYAK orang berkeinginan menulis puisi, cerpen, dan
novel. Tatkala pelatihan manulis ataupun sekolah sastra dibuka, banyak sekali
yang mendaftarkan diri, tetapi jarang di antara mereka yang bertahan sampai
akhir pelajaran, apalagi pendidikan ini berlangsung sampai tiga bulan.
Di Sekolah Menulis Sasra Dewan Kesenian (DKA) Lhokseumawe
yang saya gagas, misalnya. Sekolah ini menampung kapasitas hanya 30 siswa yang ternyata
disesaki oleh 65 siswa pada hari pertamanya, datang dan mengikitu dengan begitu
bersemangat dan minat yang menggebu-gebu.
Umumnya mereka sangat berhasrat untuk dapat menulis
novel, paling tidak nantinya bisa menulis cerita pendek dengan baik. Terpancar
dari sinar mata mereka, seolah-olah dengan mengikuti pelajaran ini secepat
kilat mereka dapat menuliskan gagasan-gagasan luar biasa yang masih
remang-remang dalam kepala mereka.
Bagi mereka, Sekolah Menulis Sastra ini mengesankan adalah sebuah jalan
pintas untuk dapat segera menulis cerita dengan baik, apalagi diasuh dan dibina
oleh mereka yang sudah punya nama dan telah terbukti menghasilkan beberapa
puisi, cerpen, dan novel yang memenangkan sejumlah penghargaan tingkat
nasional.
Namun, para siswa yang masih awam ini belum memahami
bahwa semua itu bukan jaminan. Keandalan pengajar memang membuka pelung besar
bagi pengajaran yang lebih baik bila diiringi dengan kemauan belajar dan usaha
yang keras untuk menguasai materi dan melatih diri dengan tekun pula.
Sepanjang proses belajar ini berlangsung adalah jalan
panjang proses uji kesungguhan, apakah minat yang dimiliki siswa seimbang
dengan usaha dan kerja keras. Maka, pada hari-hari selanjutnya banyak peserta
yang bertumbangan; tidak datang, tidak mengerjakan tugas yang diberikan, dan
mengabaikan latihan penting di rumah.
Bururng Terbang di Kelam Malam |
Dua bulan berikutnya hanya ada dua puluhan siswa yang
masih bertahan, mereka yang punya tekad kuat dan berusaha mengatasi semua
tantangan. Ternyata, mereka yang tersisa ini lebih berkualitas dari yang lain,
baik dalam segi wawasan maupun dalam membangun cara perpikir positif.
Kendatipun menghadapi berbagai hambatan, mereka masih
dapat menerima pelajaran dengan baik, setidaknya mereka lebih paham
permasalahan yang dihadapi dalam menulis sebuah prosa. Menulis novel tidaklah semudah menulis
artikel atau berita, apalagi bila dibandingkan dengan pekerjaan lain—itulah yang
mereka pahami kemudian.
Penggarapan novel jarang bisa terjadi dalam hitungan
hari, apalagi bulan. Penyelesaiana novel memerlukan masa yang panjang, ada yang satu dua tahun, tak jarang
sampai tiga empat tahun, bahkan ada yang tujuh atau sepuluh tahun.
Sependek atau sepanjang apa pun waktu yang dibutuhkan
untuk menulis cerita yang lengkap, semuanya tidak terlepas dari beberapa
tuntutan yang perlu dipertimbangkan, terutama bagi para pumula yang memiliki
hasrat untuk menjadi seorang novelis.
Perihal yang paling mendasar adalah
menemukan gagasan menarik, merumuskannya dalam cerita singkat semacam sinopsisnya
agar nanti mudah dalam mengembangkannya. Sinopsis ini dapat dikembangkan menjadi
alur untuk kemudian menjadi adegan-adegan yang detail. Inilah yang kemudian sering
disebut sebagai draf awal novel.
Mengenai gagasan bisa didapat dari pengalaman
hidup sehari-hari, keadaan sekitar, imajinasi yang tiba-tiba terlintas, dan
berbagai peristiwa lain. Ada kalanya gagasan menarik itu muncul ibarat kilat yang
melesat cepat. Tergantung bagaimana pengetahuan dan kepekaan seseorang saja untuk
bisa menangkapnya dengan baik sebagai bahan novel yang akan dikerjakan.
Sejumlah ihwal kecil juga tidak boleh
diabaikan, seperti penggunaan nama tokoh, tempat, latar belakang kebudayaan,
serta bangunan cerita yang tepat dan wajar. Ada baiknya untuk pemula agar
menghindari nama tokoh yang terlalu banyak karena akan merumitkan, malahan
bisa-bisa membingungkan pembaca.
Bururng Terbang di Kelam Malam |
Bila dalam proses penulisan mengalami
kebuntuan, carilah inspirasi dan tetaplah setia pada alur cerita yang sudah ditetapkan.
Penulis novel adalah pejuang yang tak mengenal putus asa dan pantang menyerah
sebelum pekerjaan selesai. Selagi buntu, bacalah karya-karya berkualitas milik
orang lain dan pelajarinya secara lebih mendalam, baru kemudian tulis, tulis,
dan tulis lagi.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar