Kisah Penuh Liku dan Menegangkan!

Novel ini memikat hati pembaca dengan cerita yang begitu realistis, sehingga sangat gampang membayangkan sosok dan kepribadaian sejumlah tokoh yang muncul dalam kisahnya. —John H. McGlynn, penerjemah dan editor berkebangsaan Amerika.

Kisah Ini Mengandung Satire, Jenaka, dan Tajam!

Kisah ini mengandung satire ringan, jenaka, dan juga tajam—sesuatu yang memang telah menjadi salah satu kekuatan dari gaya bercerita dia. —Joko Pinurbo, penyair.

Dapatkan Novel Burung Terbang di Kelam Malam karya Arafat Nur!

Sebuah novel menarik berbalut intrik politik dan kisah cinta yang unik. —Anton Kurnia, penulis cerita dan editor buku sastra.

Novel Paling Romantis Tentang Sisi Gelap Politik dan Cinta

Beragam konflik yang dialami tokoh-tokohnya saling menjalin dan menjadi cerminan sebuah realitas yang lebih besar: betapa manusia akan selalu berhadapan dengan sisi gelap kemanusiaan mereka sendiri. —Ika Yuliana Kurniasih, editor Penerbit Bentang.

Berani, Genit, dan Terus Menggoda Hingga Akhir Cerita!

Novel ini seperti menelanjangi sisi-sisi gelap manusia yang tersembunyi, dan bahkan akan mengguncang jiwa. Yang pasti sangat bertolak-belakang dengan bayangan Aceh yang sebelumnya ada dalam pikiran kita semua. —Sandi Firly, penulis novel Lampau.

Selasa, 04 Maret 2014

Lewat Novel, Arafat Nur Ajak Gemar Membaca

Nanda Feriana |The Globe Journal
Jum`at, 24 Januari 2014 19:10 WIB
Arafat Nur, nama ini sudah tidak asing lagi dalam dunia kesusasteraan Aceh. Penulis muda Aceh ini sudah sejak lama melalangbuana dalam dunia kepenulisan. Di Aceh, namanya kian melejit sejak novel Lampuki yang ditulisnya beberapa tahun lalau memenangkan sejumlah penghargaan di tingkat Nasional.
Arafat mulai menulis karya sastra di tahun 90-an. Di antara sejumlah karya nya itu seperti novel Cinta Bidadari (Pustaka Intermasa Jakarta, 2007), Meutia Lon Sayang (Mizan Bandung, 2005),  Percikan Darah di BungaNyanyiam Cinta di Tengah Ladang , Cinta Mahasunyi dan sejumlah judul cerpen serta puisi lainnya yang sudah sering mengisi media massa.
Desember 2013 yang lalu, Arafat Nur kembali melahirkan sebuah novel yang berjudul Burung Terbang Di Kelam Malam. Berbeda dengan Lampuki yang dinilai berat, karena mengangkat isu sosial dan politik pada masa konflik di Aceh, novelnya kali ini dinilai lebih ringan namun masih tetap menghibur dan berlatar Aceh.
Melalui novelnya ini Arafat Nur mengatakan bahwa ia mencoba mengajak  masyarakat Aceh untuk lebih gemar membaca.  “Dalam novel Burung Terbang di Kelam Malam ini, saya mencoba menjelaskan apa itu novel, bahkan ada teorinya. Di situ saya coba gambarkan realitas bahwa masyarakat kita saat ini sangat tidak akrab dengan bacaan, bahkan dengan benda yang bernama novel itu. Oleh karenanya novel ini bermaksud untuk memncerdaskan masyarakat, ” ujarnya.
Selain itu ia juga mengatakan bahwa sisi menarik lainnya dalam novel Burung Terbang di Kelam Malam adalah adanya sisi edukatif yang secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk menulis. Menurutnya dengan membaca orang akan memiliki kemampuan menulis, karena syarat bisa menulis adalah membaca,” ujarnya.
Penulis yang pernah mendapatkan anugerah begengsi di Indonesia yakni Khatulistiwa Literary Award (KLA) 2011 untuk kategori fiksi dan pernah meraih penghargaan sebagai pemenang unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2010 itu mengaku tidak ambil pusing jika karya-karya nya selama ini dikatakan kontroversi oleh segelintir orang.   
“Saya niatnya untuk mendidik, bukan malah membodohkan masyarakat Aceh. Jika ada orang yang menilai begitu, tidak masalah bagi saya. Itu hak mereka.” katanya kepada The Globe Journal, Jumat (24/1).
Penulis yang pernah diundang dalam acara Ubud Writers and Readers Festival tahun 2011 ini mengatakan novelnya akan segera beredar pada awal Februari mendatang. “Ini novel ringan, dan mudah dipahami serta cocok dibaca untuk semua kalangan. Semoga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Aceh nantinya, “ tutupnya. []