NOVEL Burung
Terbang di Kelam Malam (Bentang, Pebruari, 2014) karya Arafat Nur adalah sebuah
pengungkapan peristiwa yang sebagian besar tidak diberitakan dalam media. Novel
dengan bahasa yang sangat ringan ini, diharapkan mampu memicu minat remaja terhadap
sastra, lantaran memotret hal-hal sederhana yang pelik di seputar kehidupan
remaja sehari-hari.
Novel yang
sarat kandungan sosial-politik ini sesungguhnya tidak akan membuat pusing
kepala sebagaimana novel serius pada umumnya. Kesederhanaan bahasa yang terjaga
dan rapi, menjadikannya mudah dimengerti. “Saya sengaja menulis dengan jiwa
remaja, sarat pesan kemanusiaan sehingga tidak jatuh menjadi novel murahan,”
kata Arafat Nur, penulis novel ini.
Penyair,
penulis prosa dan esai, Sitok Srengenge mengatakan, ini adalah sebuah
novel yang mengungkap realitas sosial-politik suatu masyarakat dari kurun yang
rawan, menandakan bahwa pandangan penulis telah menjelma menjadi sebuah sikap
nyata, semacam upaya aktif untuk penyelamatan kenangan yang terancam punah oleh
sejarah—rekayasa naratif kaum penguasa yang hendak memonopoli kebenaran.
Arafat Nur,
melalui novel ini telah menciptakan tanah air baru bagi kebenaran di luar
sejarah yang terancam mati, memberi mereka kemerdekaan untuk bangkit
berkali-kali, lanjut Sitok. Perpaduan antara politik dan cinta yang sangat
terjaga, terkomposisi dengan indahnya, sehingga pembaca dapat menikmati seperti
memamah makanan kesukaannya.
Wayan Jengki Sunarta, sastrawan dan
budayawan mengatakan, novel ini sungguh menghibur sekaligus membuatnya
terkagum, terharu, dan pada akhirnya termenung. “Arafat Nur mampu meramu
adegan-adegan lucu, lugu, kisah romantis, kritik sosial, ketegangan, dan
konflik yang dialami Fais dengan sangat memikat,” ujarnya.
Selain itu, alur ceritanya runut
dengan bahasa yang renyah, berusaha mengungkapkan kebusukan dan kemunafikan
manusia-manusia yang berkedok dogma-dogma agama. Meski novel ini berlatar
situasi Aceh pasca perang, namun kisahnya bisa menjadi cerminan bagi
persoalan-persoalan kemanusiaan, agama, sosial, dan politik yang banyak ditemui
di negeri ini.
Dalam khazanah sastra Indonesia
modern, jumlah novel yang mencerminkan keragaman budaya masih terbilang kurang.
Maka, saya sangat meyambut baik usaha pengarang untuk memperkenalkan daerah
mereka masing-masing kepada khalyak ramai, kata John H. McGlynn,
penerjemah dan editor berkebangsaan Amerika.
Katanya, novel
Burung Terbang di Kelam Malam sangat menolong membuka wawasan pembaca
atas keunikan kebudayaan Aceh. “Puji syukur karya Arafat Nur ini bisa memikat
hati pembaca dengan cerita yang begitu realistis, sehingga sangat gampang
membayangkan sosok dan kepribadaian sejumlah tokoh yang muncul dalam kisahnya,”
pungkasnya.
Burung Terbang di Kelam Malam mengungkap
kehidupan sosial yang begitu dekat; tentang sisi gelap politik dan cinta.
Hubungan cinta terlarang, perasaan tidak berdaya, takut kehilangan, dan
kesedihan yang begitu kental, tanpa kehilangan rasa humor. Sebuah kisah
yang berliku, tetapi diceritakan dengan sangat lugas dan mengalir.(dee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar