Jumat, 24 Januari 2014

Novel Remaja Sarat Sastra, Tidak Seks



NOVEL Burung Terbang di Kelam Malam (Bentang, Pebruari, 2014) karya Arafat Nur adalah sebuah pengungkapan peristiwa yang sebagian besar tidak diberitakan dalam media. Novel dengan bahasa yang sangat ringan ini, diharapkan mampu memicu minat remaja terhadap sastra, lantaran memotret hal-hal sederhana yang pelik di seputar kehidupan remaja sehari-hari.
     Novel yang sarat kandungan sosial-politik ini sesungguhnya tidak akan membuat pusing kepala sebagaimana novel serius pada umumnya. Kesederhanaan bahasa yang terjaga dan rapi, menjadikannya mudah dimengerti. “Saya sengaja menulis dengan jiwa remaja, sarat pesan kemanusiaan sehingga tidak jatuh menjadi novel murahan,” kata Arafat Nur, penulis novel ini.
      Penyair, penulis prosa dan esai, Sitok Srengenge mengatakan, ini adalah sebuah novel yang mengungkap realitas sosial-politik suatu masyarakat dari kurun yang rawan, menandakan bahwa pandangan penulis telah menjelma menjadi sebuah sikap nyata, semacam upaya aktif untuk penyelamatan kenangan yang terancam punah oleh sejarah—rekayasa naratif kaum penguasa yang hendak memonopoli kebenaran.
      Arafat Nur, melalui novel ini telah menciptakan tanah air baru bagi kebenaran di luar sejarah yang terancam mati, memberi mereka kemerdekaan untuk bangkit berkali-kali, lanjut Sitok. Perpaduan antara politik dan cinta yang sangat terjaga, terkomposisi dengan indahnya, sehingga pembaca dapat menikmati seperti memamah makanan kesukaannya.
    Wayan Jengki Sunarta, sastrawan dan budayawan mengatakan, novel ini sungguh menghibur sekaligus membuatnya terkagum, terharu, dan pada akhirnya termenung. “Arafat Nur mampu meramu adegan-adegan lucu, lugu, kisah romantis, kritik sosial, ketegangan, dan konflik yang dialami Fais dengan sangat memikat,” ujarnya.
    Selain itu, alur ceritanya runut dengan bahasa yang renyah, berusaha mengungkapkan kebusukan dan kemunafikan manusia-manusia yang berkedok dogma-dogma agama. Meski novel ini berlatar situasi Aceh pasca perang, namun kisahnya bisa menjadi cerminan bagi persoalan-persoalan kemanusiaan, agama, sosial, dan politik yang banyak ditemui di negeri ini.
      Dalam khazanah sastra Indonesia modern, jumlah novel yang mencerminkan keragaman budaya masih terbilang kurang. Maka, saya sangat meyambut baik usaha pengarang untuk memperkenalkan daerah mereka masing-masing kepada khalyak ramai, kata John H. McGlynn, penerjemah dan editor berkebangsaan Amerika.
      Katanya, novel Burung Terbang di Kelam Malam sangat menolong membuka wawasan pembaca atas keunikan kebudayaan Aceh. “Puji syukur karya Arafat Nur ini bisa memikat hati pembaca dengan cerita yang begitu realistis, sehingga sangat gampang membayangkan sosok dan kepribadaian sejumlah tokoh yang muncul dalam kisahnya,” pungkasnya.



      Burung Terbang di Kelam Malam mengungkap kehidupan sosial yang begitu dekat; tentang sisi gelap politik dan cinta. Hubungan cinta terlarang, perasaan tidak berdaya, takut kehilangan, dan kesedihan  yang begitu kental, tanpa kehilangan rasa humor. Sebuah kisah yang berliku, tetapi diceritakan dengan sangat lugas dan mengalir.(dee)

0 komentar:

Posting Komentar